x

Kapal induk hasil pembelian China dari Ukraina setelah di modernisasi

Iklan

153_ Dedy Hendra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Mei 2024

Sabtu, 11 Mei 2024 15:49 WIB

“When The Dragons Flying South” dan Dampak Isu LCS pada Keamanan Nasional Indonesia

China terus meningkatkan aktivitas militer di laut China Selatan. Jelas, ini merupakan ancaman bagi keamanan nasional Indonesia. Kenapa China meningkatkan aktivitas militer di sana? Hal itu dapat diteropong dengan konsep analisa Security Dilemma melalui perspektif Ilmu Hubungan Internasional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Klaim Laut China Selatan oleh China

Klaim LCS oleh pemerintah China didasarkan pada nine-dash line (Sumber: Research Gate 2012)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti yang telah kita ketahui, China telah melakukan klaim atas gugusan kepulauan yang berada di wilayah Laut Cina Selatan yang didasarkan kepada catatan historis bahwa Kekaisaran China sejak masa Dinasti Song telah melakukan klaim atas Gugusan Kepulauan Spratly (Nansha) dan Gugusan Kepulauan Paracel (Xisha). Setelah kekalahan Jepang, angkatan laut China memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan klaim atas sebelas garis putus-putus yang sebelumnya di kontrol oleh Jepang pada era perang dunia II. Kemudian klaim tersebut diperkuat setelah di terbitkannya peta negara China pada 1947. Paska kemenangan Partai Komunis China atas Partai Kuomintang dalam perang saudara, pemerintah China pun menghapus dua garis yang terdapat pada eleven-dash line yang kemudian berubah menjadi nine-dash line setelah mengeluarkan Teluk Tonkin dari garis tersebut. Penghapusan ini merupakan bentuk “persaudaraan-persahabatan” dengan tetangga mereka yaitu, Vietnam Utara yang memiliki ideologi komunis.

Peta Resmi China 2023 yang dirilis oleh Ministry of Natural Resource (Sumber: Global Voices 2023

Pada 2023, China menambah satu garis dalam nine-dash line yang terletak di bagian Timur Taiwan. Juru Bicara Kemlu China mengatakan bahwa ini merupakan agenda rutin yang telah sesuai dengan hukum dan berharap agar pihak terkait tetap tenang dan agar isu ini tidak ditafsirkan secara berlebihan. Perilisan peta baru ini tentunya mempertegas klaim China akan data historis mereka, hal ini dapat mengancam kedaulatan atas hak Zona Ekonomi Ekslusif yang dimana merupakan wilayah krusial bagi kepentingan nasional dari negara-negara seperti Indonesia, Brunei, Filipina dan Vietnam. Pada 2016, Permanent Court of Arbitration memutuskan bahwa China tidak memiliki dasar klaim yang jelas dalam hukum internasional dan membatalkan klaim China atas nine-dash line, China juga tidak menghormati UNCLOS 1982 dan tetap berpegang teguh klaim tersebut berdasarkan historical background.

Instalasi militer China di Gugusan Kepulauan Spratly (Sumber: The Guardian 2022)

Agresivitas aktivitas China di Laut China Selatan atau LCS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut sumber Asia Maritime Transparency Initiative, selama ini China telah membangun 20 outposts di Kepulauan Paracel dan 7 di Kepulauan Spratly, mereka telah melakukan kontrol penuh atas Scarborough Shoal yang telah mereka rebut sejak 2012. China membangun pulau buatan di Gugusan Kepulauan Spratly dan membuat lahan baru seluas 3.200 hektar. Menurut data dari The Guardian, China telah meningkatkan aktivitas militernya di LCS. Hal ini terbukti bahwa China mempersenjatai sekitar tiga pulau dengan senjata anti kapal, anti pesawat tempur, misil, laser dan peralatan radar-jamming serta pesawat tempur. Instalasi militer tersebut memiliki fungsi untuk menyebarkan kapabilitas offensif dari China diluar batas negaranya, instalasi militer yang dibangun oleh China tersebut menimbulkan destabilisasi wilayah bagi negara-negara yang berbatasan langsung dengan LCS seperti, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Dominasi China atas LCS terlihat dari peran China Coast Guard yang kerap melaksanakan patroli di LCS bahkan kerap kali kapal Coast Guard China terlihat melintasi Laut Natuna. Menurut laporan dari CNN, kapal patroli China bahkan melakukan tindakan agresif dengan menyerang perahu-perahu Filipina yang melintasi perairan LCS. Agresivitas Coast Guard China tersebut menimbulkan ketegangan konflik yang semakin memanas. Apabila hubungan antara Filipina dan Vietnam memanas, dikhawatirkan akan mengarah kepada konflik yang lebih besar.

China Military Spending 2013-2024 (Source: ChinaPower 2024)

China terlihat memiliki keseriusan untuk melakukan kontrol penuh atas LCS serta mengambil-alih Taiwan, hal ini terbukti dari data military budget mereka yang mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Data anggaran pertahanan tersebut dilaporkan secara resmi oleh pemerintah China, akan tetapi menurut laporan dari U.S. Departement of Defense (DoD) anggaran pertahanan yang China laportkan terkadang berbeda dengan anggaran yang sebenarnya terkadang hingga empat kali lipat. Kurangnya transparansi anggaran tersebut menyebabkan perbedaan diantara angka resmi dan perkiraan untuk menghitung anggaran tersebut digunakan untuk mendanai apa saja. Namun, bisa dipastikan anggaran tersebut untuk meningkatkan kapabilitas dan pengaruh angkatan bersenjata mereka. Anggaran pertahanan China lebih tinggi daripada negara-negara lain di wilayah Indo-Pacific seperti, India ($ 81B), Jepang ($ 53.9$), Korea Selatan ($ 49.6B), dan Australia ($ 32.8B). Aksi China tersebut menimbulkan arms race bagi negara-negara di wilayah Asia. Kekhawatiran negara-negara di Asia tersebut karena peningkatan anggaran pertahanan China yang naik secara signifikan serta tujuan negara tersebut untuk melakukan aneksasi terhadap Taiwan serta isu klaim LCS. Ketegangan ini menjadi memanas dikarenakan peningkatan aktivitas militer China seperti patroli penjaga peraian China, dan pembangunan instalasi militer di pulau-pulau buatan di LCS.

Bagaimana Langkah China jika dianalisis menggunakan konsep Security Dilemma

             Security Dilemma atau dilema keamanan pertama kali dijelaskan oleh Herbert Butterfiled pada 1949 yang kemudian istilah tersebut diciptakan oleh John Hertz pada 1950 untuk menggambarkan ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Security Dilemma merupakan langkah yang di ambil oleh sebuah negara untuk meningkatkan keamanan nasionalnya akan tetapi menimbulkan reaksi dari negara lain, yang kemudian malah mengurangi keamanan negara daripada meningkatkannya. Keamanan nasional merupakan salah satu tujuan nasional negara, langkah ini bertujuan agar sebuah negara dapat survive di tengah kondisi politik internasional yang tanpa adanya sebuah aturan. Dengan kata lain, negara akan fokus untuk memaksimalkan keamanan negaranya. Walaupun negara meningkatkan keamanannya dengan memaksimalkan persenjataanya dan tidak memiliki tujuan untuk menyerang negara lain akan menyebabkan negara lain merasa tidak aman sehingga memunculkan arms race yang sangat sengit. Hal ini dikarenakan negara lain tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh negara yang memaksimalkan persenjataan mereka tersebut. Karena dunia internasional yang sangat anarkis, pilihan mereka hanya meningkatkan keamanannya masing-masing guna meraih perimbangan kekuatan pada suatu wilayah atau balance of power. Hasil yang kemudian tercapai adalah kedua negara akan terkunci dengn security spiral, ini akan menimbulkan aksi-reaksi antar dua negara yang mengunci negara mereka dalam arms race sebagai respon dari peningkatan keamanan salah satu negara. Hal ini akan melahirkan konflik yang lebih luas bahkan hingga perang di masa mendatang.

Instalasi Militer Amerika Serikat di Seluruh Dunia (Source: Aljazeera 2021)

Klaim China atas LCS serta usahanya untuk melakukan aneksasi Taiwan merupakan langkah China agar menciptakan balance of power di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara. Hal ini China lakukan karena negara tersebut merasa terancam atas dominasi wilayah yang dilakukan oleh AS di dekat wilayahnya. Menurut sumber dari Al Jazeera, setidaknya hampir dari separuh angkatan bersenjata AS dikerahkan di luar negeri. Jepang sendiri memiliki setidaknya 80,100 personel AS yang bertugas disana, sedangkan di Korea Selatan setidaknya sekitar 26,400 personel. Camp Humphreys merupakan pangkalan militer terbesar yang dimiliki AS di luar negeri, pangkalan ini berjarak 65km dari Kota Seoul, Korea Selatan. Selain di wilayah tersebut, angkatan bersenjata AS juga memiliki instalasi militer di Guam dan Filipina.

 Pembangunan instalasi militer AS di negara asing tersebut tidak terlepas dari faktor sejarah, strategi, dan hubungan diplomatis antara Amerika Serikat dan negara-negara tersebut yang memiliki tujuan untuk pertahanan dan keamanan bersama. Pembangunan tersebut dinilai sebagai projection of power dan memperkuat pengaruh dari Amerika Serikat untuk negara-negara di seluruh dunia. Tujuan untuk menjaga stabilitas kawasan dengan melakukan containtment terhadap China ini kemudian menimbulkan ancaman bagi China sehingga memunculkan security dilemma antara AS dan China. Klaim China atas LCS dan Taiwan sebagai upaya untuk menjaga national security dari pengaruh AS dengan melakukan dominasi di perairan-perairan sekitar untuk memastikan keamanan negara tersebut. Klaim tersebut dikarenakan, China tidak memiliki pilihan lain selain melakukan invasi untuk menjaga keamanan negaranya karena ini merupakan cara terbaik China untuk menjaga survivability mereka di wilayah Asia Pasifik. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa niat yang China miliki adalah untuk melakukan eksploitasi atas sumber daya alam di LCS seperti, gas alam, minyak bumi, dan sektor perikanan yang sangat melimpah di LCS. Sedangkan, tujuan China untuk melakukan aneksasi terhadap Taiwan dan pembangunan instalasi militer China di wilayah Gugusan Kepulauan Spratly yang dibarengi dengan peningkatan anggaran pertahanan mereka juga menimbulkan keresahan bagi negara-negara tetangganya, keresahan tersebut kemudian menimbulkan arms race bagi negara-negara seperti India, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Filipina yang berlomba-lomba meningkatkan persenjataanya dengan meningkatkan anggaran pertahanan sebagai opsi defensif apabila suatu saat China melakukan aksi agresif yang akan berdampak terhadap negara-negara tersebut. Asia Pasifik menjadi satu-satunya kawasan yang memiliki ketegangan paling tinggi dibanding kawasan lain di seluruh dunia, karena apa yang China dan Korea Utara lakukan nantinya akan menimbulkan konflik yang dapat melahirkan perang dunia ke-III.

Apakah konflik LCS akan menyebabkan terjadinya perang dunia ke-III

Apabila kita berbicara tentang potensi konflik yang akan melahirkan perang dunia III jawabannya antara ya dan tidak. Isu LCS dapat menjadi perang dunia III apabila China terus-menerus meningkatkan aktivitas agresivitasnya dan mewujudkan klaimnya terhadap LCS, hal ini akan menjadi konflik yang berujung pada perang apabila angkatan bersenjata China mulai melakukan penyerangan terhadap personel angkatan bersenjata Filipina atau melakukan invasi di negara tersebut. Menurut pedoman yang bersumber dari US Departement of Defense, Amerika Serikat dan Filipina memiliki kerjasama bilateral dalam bidang pertahanan, kerjasama tersebut berisi tentang  “The guidelines reaffirm that an armed attack in the Pacific, including anywhere in the South China Sea, on either of their public vessels, aircraft, or armed forces – which includes their Coast Guards – would invoke mutual defense commitments under Articles IV and V of the 1951 U.S.-Philippines Mutual Defense Treaty”. Hal ini berarti segala tindakan ofensif yang dilakukan oleh China terhadap Filipina dapat menjadi menimbulkan perang dunia karena keterlibatan pihak ketiga yaitu Amerika Serikat.

Namun hingga saat ini, AS tidak melakukan respon secara langsung dengan mengerahkan angkatan bersenjata mereka walaupun China melakukan tindakan agresif terhadap Filipina. Namun menurut sumber dari CNN, AS mengirimkan misil kepada Filipina agar digunakan untuk latihan bagi personel mereka dan untuk mengirim pesan kepada China setelah serangan Coast Guard China terhadap perahu Filipina. China merespon ini melalui juru bicara Kemlu mereka Lin Jian dengan mengatakan agar AS harus menghormati isu keamanan negara lain dan berhenti melakukan konfrontasi militer, serta merusak keamanan dan stabilitas pada region tersebut. Sedangkan, konflik di laut China Selatan tidak akan menimbulkan konflik yang lebih besar dikarenakan baik China dan AS memiliki kepentingan masing-masing dalam politik internasional dan apabila China tetap mengambil langkah yang ofensif pilihan terbaiknya adalah diberlakukannya embargo untuk negara tersebut, apabila embargo diberlakukan China akan lumpuh secara ekonomi karena negara tersebut sangat mengandalkan produksi ekspor-impornya dan apabila mereka berperang akan menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak, mereka akan terkunci dalam fase yang disebut arms detterence. Kekuatan yang dimiliki oleh kedua negara hanya digunakan untuk mengancam di tingkat politik internasional tanpa memiliki niat untuk melakukan serangan secara langsung karena akan melahirkan perang nuklir. walaupun mereka enggan menggunakan nuklir dan hanya melakukan perang konvensional pada konflik tersebut, perang tersebut hanya akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa di sisi China dan AS.

Bagaimana isu tersebut berdampak pada National Security Indonesia

            Langkah China dalam melakukan klaim atas Laut China Selatan akan sangat berdampak pada Indonesia apabila klaim tersebut terlaksana dan China berhasil melakukan dominasi atas LCS serta Asia Pasifik, klaim tersebut akan berdampak pada kondisi geopolitik di negara-negara sekitar LCS nantinya. Apabila dominasi China atas LCS Terjadi maka memiliki dua kemungkinan bagi Indonesia, 1). Indonesia akan kehilangan kedaulatan atas wilayah Laut Natuna yang berbatasan langsung dengan nine dash line, selain itu Indonesia dan negara-negara lain akan kehilangan akses perdagangan apabila China memilih tindakan offensif,  2). Indonesia masih dapat mengakses LCS untuk dapat melakukan perdagangan namun kehilangan kontrol atas sumber daya alam di wilayah Laut Natuna. Tentu saja China tidak mungkin mengambil langkah ofensif seperti itu karena dapat menimbulkan hilangnya stabilitas politik di Kawasan Asia Tenggara, dan dapat menimbulkan konflik yang mengarah kepada perang. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, Indonesia tidak terdampak langsung atas klaim tersebut karena klaim atas LCS karena tidak berdasar pada hukum internasional, pertemuan antara kapal Indonesia dan Coast Guard China sangat minim apabila dibandingankan dengan Filipina. Hanya sedikit wilayah Indonesia yang masuk dalam klaim nine-dash line oleh China, hal ini berbeda dengan Malaysia, Brunei, Filipina, dan Vietnam yang dimana mereka wilayah Zona Ekonomi Ekslusif mereka langsung dibatasi oleh klaim nine-dash line milik China. Saat ini dampak yang dirasakan oleh Indonesia adalah timbulnya arms race yang merupakan akibat dari klaim China atas LCS, peningkatan alutsista yang dilakukan oleh Indonesia merupakan opsi defensif pemerintah untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Perlu diingat bahwa, peningkatan persenjataan oleh pemerintah Indonesia dapat mempercepat terjadinya arms race di Asia Tenggara, oleh karena itu dengan menjaga hubungan dengan negara-negara Asean diharapkan di masa depan kita dapat meminimalisir terjadinya security dilemma diantara negara-negara ASEAN dengan menciptakan kawasan yang memiliki hubungan solidaritas dan hubungan luar negeri yang baik layaknya Uni Eropa. Selain itu, Indonesia yang memiliki politik luar negeri bebas-aktif sangat menguntungkan bagi pemerintah Indonesia, Indonesia bebas dengan tidak tergabung antara suatu poros blok tertentu namun tetap aktif dalam perpolitikan internasional dengan melakukan diplomasi antar negara.

Pemerintah Indonesia saat ini memiliki hubungan diplomatis yang sangat baik dengan China dan Amerika Serikat, hal ini berarti bahwa pemerintah Indonesia dapat mengambil posisi netral dalam isu yang tengah terjadi namun tetap bersiap apabila konflik yang lebih besar terjadi hingga mengganggu kedaulatan Indonesia secara langsung seperti, penyerangan terhadap nelayan maupun personel angkatan bersenjata Indonesia. Langkah tepat yang harus di ambil oleh pemerintah Indonesia apabila China melakukan konfrontasi secara agresif hingga mengancam kedaulatan Indonesia secara langsung adalah melakukan pembentukan organisasi semacam North Atlantic Treaty Organization atau NATO bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara di masa depan. Pakta pertahanan ini dapat mempromosikan kedamaian bagi negara-negara Asia Tenggara serta menjaga stabilitas keamanan pada kawasan ini. Gagasan ini dapat diwujudkan apabila negara-negara di ASEAN memiliki ancaman yang sama yang dapat mengganggu kedaulatan negara mereka, dengan tujuan bersama tersebut negara-negara di ASEAN dapat lebih meningkatkan hubungan dan solidaritas mereka walaupun saat ini gagasan pembentukan pakta pertahanan ini dinilai tidak dapat terealisasi dikarenakan minimnya solidaritas dan rasa kepercayaan antar anggota ASEAN. Selain dengan menciptakan organisasi NATO versi Asia Tenggara, pemerintah Indonesia dapat meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara di ASEAN khususnya Filipina, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Vietnam yang berbataan langsung dengan LCS. Hal ini nantinya akan berguna apabila Konflik di LCS meluas, Indonesia dan negara-negara lain dapat langsung bertindak dengan mengerahkan angkatan bersenjatanya. Karena apabila tindakan China telah melampaui batas-batas yang telah ditetapkan, opsi terbaik yang negara-negara ini miliki adalah perang karena negosiasi sudah tidak berlaku dalam tahap ini.

Ikuti tulisan menarik 153_ Dedy Hendra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu