x

Dinamika Laut Cina Selatan

Iklan

Wira Satya Nagara

Peneliti junior dan Penulis
Bergabung Sejak: 13 Juli 2021

Selasa, 14 Mei 2024 20:34 WIB

Outward Looking Defense, Dynamic Equilibrium Strategi Pertahanan dan Dinamika Geopolitik Laut Cina Selatan

Strategi pertahanan yang bisa dilakukan Indonesia dalam menghadapi geopolitik dinamika Laut Cina Selatan di antaranya adalah dengan konsep integrasi tiga strategi pertahanan, yaitu membangun pertahanan intelijen yang tangguh, diplomasi pertahanan yang berpengaruh dan pertahanan pesisir berbasis penggunaan teknologi terbaru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Geopolitik Laut Cina selatan

 
Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di kawasan pun berpotensi terkena imbas dari gejolak konflik yang terjadi di Laut China Selatan (LCS)CS, Indonesia mungkin tidak terlibat langsung dalam konflik, tapi Indonesia memiliki halaman depan (Laut Natuna Utara) yang bisa menjadi arena medan konflik, yang tentunya bisa mengancam keamanan dan stabilitas. Untuk menghadapi dinamika tersebut, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Dalam hal ini penulis menggunakan perspektif outward looking defense dan pendekatan dynamic equilibrium dalam strategi pertahanan. Strategi pertahanan yang bisa dilakukan Indonesia dalam menghadapi geopolitik dinamika Laut Cina Selatan di antaranya adalah dengan konsep integrasi tiga strategi pertahanan, yaitu membangun pertahanan intelijen yang tangguh, diplomasi pertahanan yang berpengaruh dan pertahanan pesisir berbasis penggunaan teknologi terbaru.
 
Eskalasi ketegangan di Laut China Selatan (LCS) dirasakan semakin nyata, perlahan tapi pasti, ibarat api dalam sekam, sewaktu-waktu konflik yang melibatkan kekuatan fisik (militer) bisa saja meletus, khususnya bagi negara yang berada di kawasan LCS. Hal ini sudah mulai terlihat dari kejadian seperti yang di alami Filipina, Filipina mengatakan Garda Pantai China menghalangi kapal pasokan Filipina dan menyerangnya dengan meriam air pada Sabtu (23/3) pagi. Insiden tersebut terjadi di dekat terumbu karang di wilayah yang diklaim sebagai territorial Filipina. (VOA Indonesia 2024).
 
Militer Filipina mengatakan serangan itu terjadi selama hampir satu jam di Second Thomas Shoal, kawasan Laut China Selatan yang diperebutkan. Kapal-kapal China menggunakan meriam air dan sengaja menabrak kapal-kapal Filipina dalam insiden serupa dalam beberapa bulan terakhir. Kemudian, kejadian tersebut pun dibalas oleh Filipina dengan menggelar latihan militer gabungan dengan Amerika Serikat, pasukan militer dari Filipina dan Amerika Serikat menyelenggarakan latihan gabungan yang mencakup penembakan rudal dan artileri, sebagai upaya untuk menghadapi potensi "invasi" di Laut China Selatan. Latihan perang ini, yang melibatkan kedua negara sebagai sekutu, berlangsung di sepanjang pantai utara Filipina pada Senin (6/5) waktu setempat. (Detiknews 2024).
 
Berita yang dilaporkan oleh AFP pada Senin (6/5/2024) menyatakan bahwa latihan militer gabungan ini dilakukan hanya beberapa hari setelah pemerintah Filipina mengajukan protes terhadap tindakan yang diambil oleh otoritas China, terutama berkaitan dengan manuver "berbahaya" yang dilakukan oleh kapal-kapal Penjaga Pantai Beijing di wilayah perairan regional, terutama di Laut China Selatan. Hal ini seolah ingin menunjukan bahwa Filipina memiliki sekutu kuat yang akan mendukungnnya dalam menghadapi konflik dengan Tiongkok.
 
Republik Rakyat Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan yang garis wilayah teritorialnya kini diistilahkan dengan Ten Dash Line adalah sah miliknya, hal itu memicu ketegangan di antara negara kawasan. Konflik klaim perebutan kawasan Laut Cina Selatan bukan hanya disebabkan karena lokasinya yang strategis sebagai jalur pelayaran internasional, tapi juga memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah di kawasan tersebut, kondisi ini semakin diperumit dengan ikut campurnya Amerika Serikat dalam pusaran konflik di kawasan, sehingga memicu perluasan konflik antara dua kekuatan besar, yaitu Tiongkok vs Amerika.
 
Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di kawasan pun berpotensi terkena imbas dari gejolak konflik yang terjadi di LCS, Indonesia mungkin tidak terlibat langsung dalam konflik, tapi Indonesia memiliki halaman depan (Laut Natuna Utara) yang bisa menjadi arena medan konflik, yang tentunya bisa mengancam keamanan dan stabilitas. Selain dinamika Laut Cina Selatan, Indonesia juga dihadapkan pada dinamika geopolitik yang lebih luas, yaitu Indo-Pasifik, halaman belakang dan kanan “rumah” Indonesia, terdapat Australia, selandia baru dan Papua Nugini, yang diketahui bahwa mereka adalah sekutu dari Amerika Serikat, yang dimana Amerika juga memiliki pangkalan militer di negara tersebut (Saragih, H. M., 2018).
 
Untuk menghadapi dinamika tersebut, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, yang dalam hal ini penulis menggunakan perspektif outward looking defense dan pendekatan dynamic equilibrium dalam strategi pertahanan. Strategi pertahanan yang bisa dilakukan Indonesia dalam menghadapi geopolitik dinamika Laut Cina Selatan di antaranya adalah dengan integrasi tiga strategi pertahanan, yaitu membangun pertahanan intelijen yang tangguh, diplomasi pertahanan yang berpengaruh dan pertahanan pesisir berbasis penggunaan teknologi terbaru, yang akan dibahas secara khusus di artikel ini.
 
Perspektif Outward Looking Defense dan Pendekatan Dynamic Equilibrium dalam Strategi Pertahanan
Outward Looking Defense merupakan suatu pendekatan dalam strategi pertahanan yang menitikberatkan pada kerja sama dan kolaborasi dengan negara-negara tetangga serta mitra internasional guna meningkatkan keamanan regional. Konsep ini menekankan pentingnya untuk memandang lebih luas dari batas nasional dan membangun hubungan yang saling menguntungkan dalam menghadapi ancaman bersama, terutama dalam konteks ancaman keamanan maritim di wilayah tertentu. Dalam konteks Indonesia, Outward Looking Defense juga berarti memandang pertahanan melalui kacamata lingkungan strategis dan aktif berperan dalam menjaga stabilitas kawasan, khususnya Laut Cina Selatan dan wilayah Indo-Pasifik yang berhubungan langsung dengan kepentingan nasional Indonesia. Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya memusatkan perhatian pada ancaman dari luar, tetapi juga mengarahkan pembangunan kemampuan militer sebagai deterrence untuk mencapai stabilitas kawasan (Dillenback, M. D. K., 2023).
 
Deterrence adalah konsep dalam ilmu strategi pertahanan yang mengacu pada usaha untuk mencegah serangan atau agresi dari pihak lain dengan menunjukkan bahwa serangan tersebut akan menghadapi konsekuensi yang sangat merugikan atau tidak dapat diterima bagi penyerang. Dalam konteks militer, deterrence biasanya melibatkan demonstrasi kemampuan militer yang kuat, kebijakan keamanan yang jelas, serta ketersediaan untuk menggunakan kekuatan jika diperlukan sebagai respons terhadap ancaman yang muncul. Tujuan utama dari deterrence adalah untuk mencegah terjadinya konflik atau serangan melalui pengaturan insentif yang menguntungkan untuk mempertahankan status quo atau menghindari eskalasi kekerasan (Snyder, G. H., 2015)
 
Sedangkan, Dynamic Equilibrium adalah konsep dalam strategi keamanan yang mengacu pada kebutuhan untuk mempertahankan keseimbangan yang dinamis dalam menghadapi perubahan cepat dalam geopolitik dan dinamika kekuatan. Pendekatan ini mengakui bahwa lingkungan keamanan dapat berubah dengan cepat, dan oleh karena itu, strategi pertahanan harus fleksibel dan mampu beradaptasi untuk tetap relevan dan efektif (Adhisty, A. A., “Upaya Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan Melalui Doktrin Natalegwa: Dynamic Equilibrium”. VOX POPULI, 6(2), 109-126).
 
Sebenarnya, dalam membangun strategi pertahanan di era ini haruslah holistik. Sebab, saat ini, peperangan atau konflik tak lagi hanya fokus pada satu dimensi, seperti misal hanya fokus pada perang konvensional yang menggunakan kekuatan fisik semata. Saat ini, sudah muncul peperangan jenis baru “Fifth Generation Warfare” yaitu peperangan generasi ke lima, network centric warfare, hybrid warfare dan kinetik siber, sehingga kita tidak bisa jika hanya fokus melakukan penguatan di satu lini saja, tapi juga harus melakukan penguatan di semua lini. Akan tetapi, jika hal itu masih terkendala dan sulit untuk dilakukan karena berbagai alasan seperti kondisi anggaran dan lain sebagainya, maka ada beberapa strategi yang minimal memenuhi essential force untuk bisa digunakan dalam menghadapi dinamika geopolitik Laut Cina Selatan, khususnya dengan menggunakan perspektif outward looking defense dan pendekatan dynamic equilbrium, di antaranya yaitu dengan menggunakan konsep integrasi tiga strategi pertahanan:
 
1. Membangun Pertahanan Intelijen yang Tangguh
Pertahanan intelijen bisa dikatakan adalah tulang punggung utama dalam pertahanan sebuah negara, membangun pertahanan intelijen yang tangguh merupakan aspek penting dalam strategi pertahanan suatu negara. Ini melibatkan pengembangan dan penguatan kemampuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memanfaatkan informasi intelijen guna mendukung pengambilan keputusan yang tepat dalam kebijakan keamanan dan pertahanan. Pertahanan intelijen juga diperlukan untuk mengindari pendadakan strategis, seperti yang terjadi pada kasus intelijen Israel yang kecolongan saat serangan 7 Oktober 2023 oleh perlawanan Hamas, maupun kegagalan intelijen Amerika saat peristiwa 9/11, untuk menghindari hal-hal yang demikian, yaitu kegagalan mendeteksi ancaman, maka Indonesia memerlukan pertahanan intelijen yang tangguh dan mumpuni (Tanjung, R. E. S., Rofii, M. S., & Anriani, S., 2023).
Pertahanan intelijen yang tangguh melibatkan beberapa langkah kunci:
  • Pengumpulan Informasi. Indonesia harus mulai membangun jaringan intelijen yang luas dan efektif untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, baik itu melalui surveilans, pengintaian, atau sumber-sumber terbuka.
  • Analisis Intelijen. Memiliki tim analis yang terlatih dan berkualifikasi tinggi untuk menganalisis data dan informasi yang terkumpul, mengidentifikasi ancaman potensial, serta memahami pola dan tren yang relevan.
  • Koordinasi dan Kolaborasi. Penting untuk membangun kerjasama yang kuat antara lembaga intelijen, militer, kepolisian, dan badan-badan keamanan lainnya, serta berbagi informasi dengan mitra internasional untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang ancaman yang mungkin timbul.
  • Pembangunan Teknologi dan Infrastruktur. Investasi dalam teknologi dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung kegiatan intelijen, seperti sistem pengawasan, perangkat lunak analisis data, dan pusat komando dan kontrol yang canggih.
  • Pelatihan dan Pengembangan Personel. Memiliki program pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan personel intelijen, serta mengembangkan kepemimpinan dan kemampuan manajemen di dalam organisasi intelijen.
Dengan membangun pertahanan intelijen yang tangguh, suatu negara dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi, mencegah, dan merespons berbagai ancaman keamanan, baik itu dari dalam maupun dari luar negeri. Hal ini merupakan langkah penting dalam memastikan keamanan nasional dan kestabilan regional (Tanjung, R. E. S., Rofii, M. S., & Anriani, S., 2023).
 
Melalui data-data yang diperoleh dari informasi Intelijen maka bisa digunakan untuk memetakan potensi ancaman atau scenario planning, dengan memiliki scenario planning maka Indonesia bisa memiliki berbagai strategi dalam menghadapi potensi ancaman tersebut. Intelijen pertahanan juga berfungsi untuk mengantisipasi pendadakan strategis, mencegah dan menangkal berbagai potensi ancaman yang sekiranya membahayakan keamanan dan stabilitas kawasan melalui kontra intelijen. Sedangkan, untuk metode yang bisa digunakan dalam scenario planning di antaranya adalah TAIDA (Tracking, analyzing, imaging, deciding, acting) (Lindgren, M., & Bandhold, H., 2003).
 
2. Membangun Diplomasi Pertahanan yang Berpengaruh
Membangun Diplomasi Pertahanan yang berpengaruh merupakan strategi yang penting yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam menjaga keamanan dan stabilitas regional serta memperkuat hubungan antarnegara. Diplomasi pertahanan melibatkan kerja sama antara negara-negara dalam bidang pertahanan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan stabil (Anwar, S., 2014). Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan Indonesia dalam membangun diplomasi pertahanan yang berpengaruh di antaranya sebagai berikut:
  • Pembentukan dan Penguatan Aliansi Pertahanan. Negara-negara dapat membentuk aliansi atau kemitraan pertahanan untuk saling mendukung dan melindungi satu sama lain dari ancaman bersama. Aliansi seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) merupakan contoh kerja sama yang kuat, yang bisa memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas regional. Kerjasama pertahanan pun tidak hanya berkaitan dengan militer, tapi juga bisa membangun kerjasama ketahanan pangan dan kekuatan ekonomi krisis untuk siaga jika sewaktu-waktu dihadapkan pada kondisi krisis karena pecah konflik di kawasan.
  • Promosi Dialog dan Kerja Sama Pertahanan. Indonesia bersama negara di kawasan dapat mengadakan dialog rutin dan pertemuan tingkat tinggi untuk membahas isu-isu keamanan bersama, berbagi informasi intelijen, dan merencanakan langkah-langkah kerja sama dalam bidang pertahanan. Ini dapat mencakup latihan militer bersama, program pertukaran personel militer, dan pelatihan bersama.
  • Perjanjian Pertahanan dan Kesepakatan Keamanan. Indonesia dan negara di kawasan dapat menegosiasikan perjanjian pertahanan dan kesepakatan keamanan untuk saling melindungi dan mengamankan kepentingan bersama. Perjanjian semacam itu dapat mencakup peningkatan kerjasama dalam bidang pertahanan, pertukaran teknologi militer, atau dukungan logistik dalam situasi darurat.
  • Diplomasi Pertahanan Multilateral. Indonesia dapat berpartisipasi dalam forum-forum multilateral seperti PBB, G20, atau ASEAN Regional Forum (ARF) untuk membahas isu-isu keamanan regional dan global. Forum semacam ini memberikan platform untuk negosiasi, diplomasi, dan kerja sama antar negara dalam mengatasi tantangan keamanan bersama.
  • Penguatan Hubungan Antarlembaga. Diplomasi pertahanan juga melibatkan penguatan hubungan antara lembaga-lembaga pertahanan dan keamanan dalam negeri dengan lembaga serupa di negara lain. Ini mencakup pertukaran kunjungan resmi, dialog kebijakan, dan kerja sama dalam pengembangan strategi pertahanan dan keamanan. (Sudarsono, B. P., Mahroza, J., & Surryanto, D. W., 2018).
Dengan membangun diplomasi pertahanan yang berpengaruh, Indonesia dapat meningkatkan keamanan nasional, memperkuat stabilitas regional, dan mempromosikan perdamaian dan kerjasama internasional secara lebih luas.
 
3. Membangun Pertahanan Pesisir Berbasis Penggunaan Teknologi Terbaru
Dalam konteks menghadapi dinamika geopolitk laut cina selatan, selain membangun strategi pertahanan non militer (intelijen dan diplomasi), pertahanan fisik dan militer (alutsista) masih tetap diperlukan untuk penguatan pertahanan, terutama di wilayah yang rentan, dalam kontek LCS, tentu wilayah yang rentan adalah wilayah pesisir, khususnya yang bersinggungan dengan kawasan LCS, seperti kepulauan-kepulaun terluar di wilayah Laut Natuna Utara Indonesia.
 
Penggunaan drone, kecerdasan buatan (AI), dan teknologi digital bisa menjadi langkah yang strategis dalam menghadapi potensi ancaman di wilayah pesisir, khususnya yang bersinggungan dengan kawasan di Laut China Selatan. Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan oleh Indonesia di antaranya:
  • Penggunaan Drone untuk Pemantauan dan Pengintaian. Drone dapat digunakan untuk pemantauan dan pengintaian secara efisien di wilayah pesisir. Mereka dapat memberikan gambaran real-time tentang aktivitas di sepanjang garis pantai, memungkinkan pengawasan yang lebih efektif terhadap pergerakan kapal, kegiatan ilegal, atau ancaman potensial
  • Integrasi Teknologi AI untuk Analisis Data. Kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari drone dan sensor lainnya dengan cepat dan efisien. AI dapat membantu dalam mengidentifikasi pola perilaku yang mencurigakan, mendeteksi ancaman, atau mengklasifikasikan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan.
  • Sistem Pendeteksi dan Peringatan Dini. Teknologi digital dapat digunakan untuk membangun sistem pendeteksi dini yang dapat mengidentifikasi ancaman secara cepat dan memberikan peringatan kepada pihak yang berwenang. Ini dapat meliputi sensor jarak jauh, radar, atau sistem deteksi suara untuk mendeteksi kegiatan mencurigakan di perairan.
  • Penggunaan Drone untuk Patroli dan Pemantauan Aktif. Drone dapat digunakan untuk patroli aktif di wilayah pesisir, melakukan pemantauan terus-menerus untuk mendeteksi dan merespons dengan cepat terhadap ancaman yang muncul. Mereka juga dapat digunakan untuk intervensi cepat atau pemantauan tindakan tanggap darurat.
  • Integrasi Sistem Command and Control yang Terintegrasi. Penting untuk memiliki sistem command and control yang terintegrasi untuk mengoordinasikan semua komponen pertahanan pesisir, termasuk drone, sensor, dan unit reaksi cepat. Sistem ini dapat memungkinkan respons yang lebih cepat dan koordinasi yang lebih baik dalam menghadapi ancaman.
Dengan memanfaatkan teknologi drone, kecerdasan buatan, dan teknologi digital dalam membangun pertahanan pesisir, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan untuk melindungi wilayah pesisir, khususnya di kawasan yang bersinggungan dengan Laut China Selatan dari berbagai potensi ancaman, termasuk serangan, penyelundupan, atau kegiatan ilegal lainnya. Ini dapat membantu dalam menjaga keamanan nasional, melindungi sumber daya alam, dan memastikan keberlanjutan ekonomi di wilayah pesisir dan stabilitas di kawasan laut cina Selatan.
 
Dengan demikian, melalui integrasi tiga strategi pertahanan yang berdasarkan perspektif outward looking defense dan pendekatan dynamic equilbrium, maka ketika Indonesia dihadapkan dengan berbagai potensi ancaman yang muncul akibat dinamika Laut Cina Selatan, Indonesia sudah memiliki berbagai strategi dan persiapan untuk menghadapinya.
 
 
Referensi:
Anwar, S. (2014). Peran diplomasi pertahanan dalam mengatasi tantangan di bidang pertahanan. Jurnal Pertahanan dan Bela Negara, 4(2), 71-94.
 
Adhisty, A. A. Upaya Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan Melalui Doktrin Natalegwa: Dynamic Equilibrium. VOX POPULI, 6(2), 109-126.
 
Dillenback, M. D. K. (2023). Looking Outward. MILITARY REVIEW.
 
Lindgren, M., & Bandhold, H. (2003). Scenario planning. London: Palgrave.
 
Moose, P. H., & NAVAL POSTGRADUATE SCHOOL MONTEREY CA. (1982). A dynamic model for modern military conflict (p. 0061). Naval Postgraduate School.
 
Sudarsono, B. P., Mahroza, J., & Surryanto, D. W. (2018). Diplomasi pertahanan Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional. Jurnal Pertahanan dan Bela Negara, 8(3), 83-102.
 
Saragih, H. M. (2018). Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam konflik laut china selatan. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 8(1), 48-63.
 
Schmitt, O. (2017). French military adaptation in the Afghan war: Looking inward or outward?. Journal of Strategic Studies, 40(4), 577-599.
 
Sebastian, L. C. (2013, October). Indonesia’s Dynamic Equilibrium and ASEAN Centrality. In The NIDS International Symposium, November.
 
Tanjung, R. E. S., Rofii, M. S., & Anriani, S. (2023). “Customs Intelligence Surveillance and Analysis Tools in Anticipation of Smuggling Threats”. Indonesian Journal of Multidisciplinary Science, 2(12), 4230-4243.)

Ikuti tulisan menarik Wira Satya Nagara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu