x

Kapal Coast Guard Cina 3303 melintas di dekat KRI Imam Bonjol (383) setelah penangkapan kapal nelayan Han Tan Cou 19038 yang memasuki perairan Indonesia di Natuna, Kepulauan Riau, pada Jumat, 17 Juni 2016. TNI AL menangkap kapal nelayan berbendera Cina itu karena terdeteksi sedang menebar jala di perairan Indonesia. ANTARA/HO/Dispen Koarmabar

Iklan

M. Alfian Nugraha Fauzi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 Mei 2024

Selasa, 28 Mei 2024 12:13 WIB

Konflik Laut China Selatan, Peran Masyarakat dalam Menjaga Kedaulatan Republik Indonesia

Indonesia yang ikut bersinggungan dengan konflik di kawasan Laut China Selatan memelrukan peran serta berbagai macam pihak untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia,

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

            Indonesia merupakan salah satu Negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki letak geografis yang sangat strategis karena posisinya yang berada diantara dua Benua yaitu Asia dan Australia dan juga dua Samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dengan letak geografis yang sangat strategis tersebut tentu terdapat berbagai macam potensi ancaman yang begitu besar terhadap kedaulatan Indonesia baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Indonesia. Sebagai Negara yang berbentuk kepulauan, potensi ancaman terhadap kedaulatan wilayah Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau dari ujung barat hingga ujung timur menjadi sesuatu yang tampak nyata. Salah satu potensi ancaman yang nyata terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berada di sekitar Laut China Selatan yang juga bersinggungan langsung dengan wilayah kedaulatan Indonesia.

            Dalam menghadapi setiap potensi ancaman tersebut pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan wilayahnya salah satunya dengan memperkuat kedudukan militer di kawasan tersebut. Kepulauan Natuna menjadi wilayah yang memiliki potensi ancaman terhadap terjadinya konflik yang terjadi di kawasan Laut China Selatan karena posisinya yang berada di kawasan tersebut sehingga penempatan kekuatan militer di Kepulauan Natuna menjadi satu hal yang penting oleh pemerintah. Terkait dengan permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut, masyarakat di Kepulauan Natuna juga memiliki peranan penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia dari setiap ancaman di Laut China Selatan. Dengan adanya peran yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menjadi kekuatan utama dalam menghadapi setiap potensi ancaman yang nyata terhadap kedaulatan Indonesia di kawasan tersebut.

Laut China Selatan Menjadi Sebuah Sengketa

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Kawasan Laut China Selatan saat ini menjadi area yang dipersengketakan oleh Tiongkok dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia. Terkait dengan permasalahan di kawasan ini, Tiongkok melakukan klaim terhadap sebagian besar wilayah di kawasan Laut China Selatan mengacu kepada Nine Dash Line (Sembilan Garis Putu-Putus) yang dibuat secara sepihak oleh Tiongkok termasuk didalamnya gugusan kepulauan yang juga di klaim oleh Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia sebagai wilayah kedaulatannya sehingga memunculkan respon serta reaksi yang beragam. Dalam sengketa di kawasan Laut China Selatan tersebut baik Tiongkok maupun beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara yang terlibat sengketa didalamnya ingin menegaskan posisinya di kawasan tersebut. Berbagai upaya dilakukan oleh Negara yang terlibat sengketa sebagai bentuk penegasan terhadap klaim di kawasan tersebut diantaranya mengedepankan upaya diplomasi serta mengerahkan kekuatan militer.

            Menurut Global Fire Power pada tahun 2024, kekuatan militer Tiongkok berada di posisi ketiga di seluruh dunia dan menjadi yang terkuat dibandingkan dengan Negara lain yang terlibat sengketa di kawasan Laut China Selatan. Sebagai bentuk penegasan klaimnya, maka Tiongkok melakukan beberapa langkah seperti patroli laut dan latihan militer di kawasan tersebut serta salah satu langkah besar yang dilakukan oleh Tiongkok terkait sengketa di kawasan ini adalah dengan membangun pulau buatan di Mischief Reef yang berada di Kepulauan Spratly, menurut US-China Economic and Security Review Commision dijelaskan bahwa pulau tersebut dibangun pada kurun waktu Desember 2013 hingga Oktober 2015 dengan luas sekitar 3000 hektar. Dengan langkah yang dilakukan oleh Tiongkok di kawasan Laut China Selatan tersebut tentunya membuat Negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terlibat sengketa wilayah dengan Tiongkok juga menunjukkan kekuatan yang dimiliki.

            Filipina menjadi salah satu Negara yang merespon langkah Tiongkok tersebut dengan mengadakan latihan militer bersama dengan beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Australia dan beberapa Negara lainnya. Selain itu sebagai bentuk penegasan terhadap wilayahnya di kawasan Laut China Selatan, Filipina juga mengubah nama Laut China Selatan yang berada di bagian barat Negara tersebut dengan sebutan Laut Filipina Barat. Hal lain yang dilakukan oleh Filipina dalam permasalahan di kawasan ini adalah dengan menambatkan sebuah kapal angkut militernya yang sudah tidak digunakan untuk dijadikan sebagai pos pemantau militer dimana ditempatkan pasukan militer Filipina diatas kapal tersebut. Kapal BRP Sierra Madre yang dibuat di Amerika Serikat tersebut dikandaskan di Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly sejak tahun 1999, tentunya keberadaannya menjadi bagian dari klaim Filipina terhadap kawasan di Laut China Selatan. Sebagai respon terhadap tindakan Tiongkok di kawasan Laut China Selatan, Vietnam mengikuti langkah Filipina dengan mengadakan latihan militer di kawasan tersebut mengingat Vietnam juga memiliki klaim atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Langkah lain yang dilakukan oleh Vietnam dan Filipina dalam menghadapi sengketa wilayah dengan Tiongkok adalah dengan mengadakan hubungan kerjasama di kawasan Laut China Selatan pada awal tahun 2024.

            Respon berbeda dilakukan oleh Malaysia dalam sengketa wilayah di kawasan Laut China Selatan dengan Tiongkok, menurut Ministry of Foreign Affair Malaysia pada tanggal 8 April 2023 dijelaskan bahwa posisi Malaysia di Laut China Selatan adalah dengan tegas tetap berkomitmen untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan Malaysia di wilayah maritimnya di Laut China Selatan dimana terkait dengan sengketa wilayah dapat diselesaikan dengan cara damai tanpa adanya kekerasan. Respon serupa juga dilakukan oleh Brunei Darussalam terkait permasalahan yang terjadi di kawasan Laut China Selatan dengan Tiongkok yang tidak mengedepankan kekuatan militer dalam penyelesaiannya.

Potensi Ancaman Konflik Laut China Selatan bagi Indonesia

            Konflik yang terjadi di kawasan Laut China Selatan tentu memberikan ancaman yang nyata terhadap kedaulatan Indonesia yang secara geografis bersinggungan langsung dengan kawasan tersebut. Klaim yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap sebagian besar kawasan di Laut China Selatan berdasarkan Nine Dash Line ternyata bersinggungan langsung dengan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang berada di sebalah utara Kepulauan Natuna. Dengan potensi ancaman yang nyata tersebut maka berbagai macam langkah dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga serta mempertahankan kedaulatannya di sekitar kawasan Laut China Selatan. Langkah besar yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk penegasan wilayah kedaulatan Indonesia serta tidak diakuinya Nine Dash Line sebagai klaim sepihak Tiongkok adalah dengan mengubah sebutan Laut China Selatan yang selama ini digunakan untuk menyebut laut di sebelah utara Kepulauan Natuna menjadi Laut Natuna Utara pada tahun 2017 yang mendapatkan protes dari Tiongkok.

            Langkah berikutnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memperkuat kedudukan militer di wilayah Kepulauan Natuna sebagai salah satu wilayah terluar dan terdepan Indonesia. Hal ini penting dilakukan mengingat dengan penempatan kekuatan militer di kawasan tersebut dapat mengurangi terjadinya potensi ancaman serta gangguan terhadap kedaulatan wilayah Indonesia. Terkait hal ini pemerintah telah meningkatkan level atau tipologi setiap satuan dari berbagai matra yang berada di Kepulauan Natuna sebagai kesiapan dalam menghadapi setiap ancaman yang ada. Pada satuan militer di matra udara terjadi peningkatan tipologi Lanud Raden Sadjad (Lanud Ranai) dari semula Tipe C menjadi Tipe B pada tahun 2016 dan untuk satuan militer di matra laut direncanakan untuk meningkatkan level atau tipologi Lanal Ranai yang saat ini merupakan pangkalan Tipe B menjadi Lantamal yang merupakan pangkalan Tipe A sedangkan untuk satuan militer di matra darat dibentuk Batalyon Komposit 1/Gardapati yang dibentuk sejak tahun 2018 yang bermarkas di Kota Ranai. Dengan adanya peningkatan status dan pembentukan satuan baru tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk kesiapan Indonesia dalam menghadapi setiap potensi ancaman konflik yang terjadi di kawasan Laut China Selatan.

            Ancaman yang terjadi terhadap kedaulatan Indonesia di perairan Natuna hingga saat ini adalah masuknya nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara illegal di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Perairan Natuna yang bersinggungan langsung dengan wilayah laut beberapa Negara tentu memiliki potensi yang besar untuk dimasuki oleh nelayan asing sehingga pengamanan terhadap perairan Natuna dibutuhkan untuk mengawasi perairan tersebut. Pemerintah telah beberapa kali melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan asing yang berasal dari Vietnam, Malaysia, Filipina dan Tiongkok karena telah memasuki perairan Indonesia secara illegal. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tentu mendapatkan protes salah satunya dari pemerintah Tiongkok yang menganggap wilayah perairan di utara Natuna sebagai miliknya berdasarkan klaim sepihak Tiongkok. Hal ini pula yang membuat nelayan Tiongkok yang melakukan pelayaran mendapatkan pengawalan dari kapal penjaga pantai negaranya (China Coast Guard) yang masuk ke wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang kemudian di respon oleh pemerintah Indonesia.  

            Pemerintah tentu tidak tinggal diam dengan segala bentuk pelanggaran yang terjadi dengan mengerahkan kekuatan lautnya yang berasal dari TNI Angkatan Laut, Bakamla dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan pengamanan dan pengawasan serta peringatan terhadap kapal asing yang melakukan aktifitas secara illegal di perairan Indonesia. Apa yang dilakukan oleh pemerintah merupakan upaya nyata dalam menghadapi berbagai ancaman yang ada termasuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia dari gangguan Negara lain yang masuk secara illegal serta mengambil kekayaan laut di wilayah Indonesia. Namun upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan maksimal apabila tidak mendapatkan dukungan dari berbagai macam pihak yang peduli terhadap kedaulatan wilayah Indonesia. Selain itu Indonesia yang pernah memiliki pengalaman di masa lalu ketika harus kehilangan wilayah kedaulatannya tentu berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga serta mempertahankan kedaulatan Indonesia dari berbagai macam ancaman termasuk di wilayah Kepulauan Natuna yang bersinggungan langsung dengan kawasan Laut China Selatan.

Peran Masyarakat Dalam Menjaga Kedaulatan di Laut Natuna Utara

            Konflik yang terjadi di Laut China Selatan terkait dengan sengkata wilayah oleh beberapa Negara secara tidak langsung berpengaruh terhadap Indonesia sehingga dalam menyikapi permasalahan ini perlu peran serta dari berbagai pihak untuk bersama-sama menjaga serta mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia. Peran masyarakat melalui nelayan di Kepulauan Natuna menjadi bagian penting dalam menjaga serta mempertahankan kedaulatan Indonesia ditengah ancaman konflik yang terjadi di kawasan Laut China Selatan. Sebagai bentuk penegasan wilayah kedaulatan Indonesia oleh masyarakat di Kepulauan Natuna, maka peran nelayan dalam melakukan aktifitas pencarian ikan di perairan Natuna begitu dibutuhkan ditengah klaim sepihak yang dilakukan oleh Negara lain. Dengan adanya upaya yang dilakukan oleh para nelayan tersebut diharapkan nelayan asing yang biasanya mencari ikan di wilayah tersebut dapat berpikir ulang untuk kembali mencari ikan di perairan Natuna.

            Namun hal penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung segala upaya yang dilakukan oleh nelayan ini adalah dengan memberikan bantuan salah satunya berupa pengamanan pada saat melakukan aktifitas pencarian ikan di wilayah yang juga di klaim oleh Negara lain sehingga para nelayan memiliki keberanian untuk melakukan aktifitasnya. Upaya yang dilakukan oleh nelayan ketika melakukan pencarian ikan tentunya sangat berguna bagi nelayan sendiri karena dapat memanfaatkan sumber daya perikanan yang terdapat di wilayah perairan Natuna, selain tentunya sebagai bentuk penegakan kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara. Jika dilakukan pengamanan oleh pemerintah tentunya akan semakin banyak nelayan yang melakukan aktifitasnya di perairan Natuna dan membuat nelayan asing enggan untuk melakukan aktifitasnya di perairan tersebut dan hal ini semakin menegaskan bahwa perairan Natuna sebagai wilayah kedaulatan Indonesia. Hal ini diperkuat pula oleh pendapat Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana yang mengatakan bahwa para nelayan perlu mendapatkan penjagaan selama melakukan aktifitasnya dari gangguan kapal penjaga pantai Tiongkok, hal ini penting dilakukan sehingga nelayan memiliki keberanian untuk melakukan aktifitas melautnya.

            Dengan adanya peran masyarakat melalui nelayan dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia diharapkan dapat menjadi sebuah solusi serta upaya nyata masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia dari berbagai macam ancaman di Laut China Selatan. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang menarik karena selama ini peran tersebut selalu dilakukan oleh pemerintah melalui TNI Angkatan Laut, Bakamla dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang selalu melakukan pengamanan dan pengawasan di sekitar perairan Natuna. Kedaulatan Indonesia tentu menjadi tanggung jawab bersama semua pihak untuk menjaga dan mempertahankannya sehingga dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat tersebut dapat menjadi kekuatan demi tegaknya Merah Putih di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ikuti tulisan menarik M. Alfian Nugraha Fauzi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu