x

Laut Cina Selatan

Iklan

fauzan bahasuan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2024

Rabu, 29 Mei 2024 21:47 WIB

Strategi Diplomasi Indonesia Menghadapi Tantangan Konflik di LCS dan Dampaknya Terhadap Kedaulatan Nasional

Laut China Selatan menjadi pusat perhatian negara-negara sekitarnya. Kawasan yang dijuluki Second Persian Gulf ini mengandung 130 miliar barel minyak dan 20 triliun meter kubik gas alam. Permasalahan di Laut China Selatan tidak sekedar klaim kedaulatan, melainkan juga karena kandungan kekayaan alam tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat ini, Laut China Selatan menjadi topik strategis yang banyak dibicarakan di seluruh dunia. Perairan ini dianggap sangat berpotensi karena mengandung gas alam dan minyak bumi, serta berfungsi sebagai jalur utama untuk pelayaran, perdagangan, dan distribusi minyak global. Kawasan ini, yang meliputi gugusan kepulauan besar, memiliki sejarah penguasaan yang berganti-ganti oleh negara-negara tetangga. Saat ini, beberapa negara seperti Taiwan, China, Brunei, Vietnam, Filipina, dan Malaysia, terlibat dalam klaim teritorial atas wilayah ini. Akibat dari klaim tersebut, terjadi pelanggaran batas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia oleh beberapa kapal patroli dari Vietnam, Malaysia, dan China.

Laut China Selatan adalah wilayah maritim dengan kekayaan laut yang besar, baik dari hasil perikanan maupun tambang lepas pantai. Riset China menunjukkan optimisme terhadap cadangan minyak yang diperkirakan lebih dari 213 miliar barel, sepuluh kali lipat lebih banyak dari cadangan Amerika Serikat. Sementara itu, Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat melaporkan bahwa wilayah ini memiliki cadangan gas alam terbesar yang setara dengan cadangan minyak Qatar, sekitar 900 triliun kaki kubik.

Selain kekayaan lautnya, peningkatan aktivitas pelayaran di Laut China Selatan juga telah mendorong perkembangan ekonomi yang dinamis di negara-negara sekitar kawasan tersebut. Namun, kondisi ini juga memperkuat konfrontasi antara negara-negara di sekitar wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia, terutama di China, membuat banyak negara berusaha keras untuk menguasai perairan tersebut. China melakukan berbagai upaya, baik resmi maupun tidak resmi, untuk mengamankan kepentingan mereka dan mencegah provokasi bersenjata. Namun, baru-baru ini, upaya tersebut dilanggar dengan unjuk kekuatan, dan beberapa negara menggunakan intimidasi serta ancaman militer.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sengketa kedaulatan teritorial di Laut China Selatan berkaitan dengan klaim atas wilayah laut dan daratan di dua gugusan kepulauan, yaitu Paracel dan Spratly. Negara-negara yang terlibat dalam konflik ini umumnya menggunakan dasar historis dan geografis untuk mengklaim kepemilikan atas wilayah tersebut. Misalnya, China mengklaim bahwa bangsa China telah menguasai laut dan dua gugusan kepulauan Paracel dan Spratly selama 2000 tahun. Selain itu, Pemerintah China menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan peta pada tahun 1947 yang merinci kedaulatan China atas Laut China Selatan.

Negara-negara seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam, dan Malaysia juga mengklaim bahwa sebagian wilayah Laut China Selatan termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka, berdasarkan pendekatan geografis yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan sering kali mengalami bentrokan fisik dengan menggunakan kekuatan militer masing-masing. Upaya konfrontatif untuk memperjuangkan klaim atas wilayah tersebut semakin memperburuk dan mengganggu stabilitas kawasan. Konflik ini bahkan berpotensi mengganggu kepentingan negara-negara di sekitar kawasan yang tidak terlibat langsung dalam sengketa, seperti Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN.

Ada tiga alasan utama mengapa negara-negara seperti China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia terlibat dalam konflik di Laut China Selatan. 

1. Wilayah laut dan gugusan kepulauan di Laut China Selatan mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar, termasuk minyak, gas bumi, dan kekayaan laut lainnya. 

2. Perairan Laut China Selatan merupakan jalur penting untuk pelayaran internasional, terutama perdagangan yang menghubungkan Eropa, Amerika, dan Asia.

3. pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia membuat negara-negara seperti China, serta negara-negara lain di kawasan tersebut dan bahkan Amerika Serikat, sangat ingin menguasai dan mempengaruhi wilayah Laut China Selatan yang dianggap strategis dan sangat menguntungkan secara ekonomi.

Saat ini, keadaan politik di Asia Tenggara dan Asia Pasifik tampak suram dan memanas. Laut China Selatan, yang menjadi pusat geopolitik kawasan Asia Pasifik, sedang menjadi topik hangat di tingkat internasional karena konflik yang memanas antara beberapa negara besar di Asia dan beberapa negara anggota ASEAN. Inti dari masalah yang diperdebatkan adalah klaim wilayah perbatasan. Sengketa di Laut China Selatan ini telah menyebabkan polarisasi yang signifikan di antara negara-negara yang terlibat dalam konflik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghindari potensi konflik di Laut China Selatan, termasuk kemungkinan penyelesaian damai oleh semua pihak yang terlibat. Salah satu cara untuk menghindari konflik adalah dengan pendekatan perundingan damai, baik secara bilateral maupun multilateral, serta melalui kerjasama yang umum digunakan dalam mengelola konflik regional dan internasional.

DYNAMIC EQUILIBRIUM SEBAGAI DASAR STRATEGI DIPLOMASI INDONESIA

Dalam sengketa di LCS, ada enam negara yang mengklaim wilayah tersebut dari berbagai sudut pandang, baik itu dalam hal wilayah maritim maupun kepemilikan pulau sebagai bagian dari wilayah mereka. Negara-negara tersebut adalah Brunei, China, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.

Meskipun Indonesia bukan salah satu negara yang mengklaim wilayah tersebut, namun karena letaknya yang strategis dalam jalur pelayaran, klaim atas wilayah maritim, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia yang melintasi wilayah yang diperebutkan oleh negara-negara yang bersengketa, posisi Indonesia menjadi penting. Terkait dengan ZEE dan wilayah Indonesia, hal ini memiliki implikasi yang signifikan.

Peran Indonesia menjadi semakin penting karena keempat dari enam negara yang mengklaim wilayah LCS adalah anggota ASEAN, yaitu Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Hal ini menuntut kontribusi tambahan dari Indonesia untuk melibatkan ASEAN dalam menangani klaim sepihak China di wilayah LCS. Klaim tersebut memiliki dampak langsung terhadap zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dan secara geografis mengindikasikan penetrasi ke wilayah pantai di Pulau Natuna.

Indonesia yang menggagas ide pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN yang ditandatangani di Senggigi, Lombok pada 12 September 2003, menjadi kunci dalam menjaga keamanan dan ketertiban di kawasan ASEAN, terutama LCS. Menciptakan dan memantapkan stabilitas geopolitik di Asia Tenggara telah menjadi fokus utama ASEAN sejak deklarasi tersebut hingga saat ini, dengan inisiatif seperti Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Pada KTT ke-25, ASEAN menyambut positif minat dari pihak non-ASEAN untuk bergabung dalam TAC, sambil menganggap penting untuk mengoordinasikan berbagai proposal keamanan di kawasan tersebut. Tujuan utama ASEAN sejak awal pembentukannya adalah mencapai dan menjaga stabilitas geopolitik di Asia Tenggara. Salah satu langkah yang diambil adalah menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Pada KTT ke-25, ASEAN dengan antusias menyambut minat dari berbagai pihak non-ASEAN untuk menjadi anggota TAC. ASEAN juga menganggap penting untuk mengkoordinasikan berbagai usulan keamanan di kawasan tersebut.

Ini sejalan dengan pendapat Gregory B. Poling yang menguraikan konsep dynamic equilibrium. Konsep ini merupakan mekanisme hubungan antara negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki pandangan serupa dengan Indonesia dan berintegrasi bersama untuk mencapai kekuatan seimbang dengan negara-negara besar di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini bertujuan untuk menciptakan efek tawar-menawar bagi negara-negara besar dalam berinteraksi dengan sebuah komunitas negara yang tergabung di dalamnya, bukan untuk menciptakan dominasi tetapi untuk mencegah dominasi yang berlebihan atau kekuatan yang tidak seimbang antara pihak-pihak yang terlibat.

Dalam menghadapi klaim sepihak dari China, Indonesia perlu berusaha menyelesaikan masalah klaim wilayah dan yurisdiksi antara negara-negara yang mengklaim dengan negara-negara lain yang terlibat melalui pendekatan peaceful means through dialogue and negotiation. 

Indonesia perlu berperan sebagai pemain utama di antara enam negara yang mengklaim wilayah Laut China Selatan (LCS) untuk mempercepat penyelesaian sengketa dan menetapkan standar aktivitas di LCS bagi semua negara di kawasan, termasuk pihak lain yang memiliki kepentingan. Peran Indonesia bisa memfasilitasi prinsip-prinsip ASEAN yang mementingkan dialog dalam menyelesaikan potensi konflik yang melibatkan anggota ASEAN dan mendorong pihak lain yang terlibat untuk menghormati proses ini sebagai bagian dari komunitas global dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan LCS. Kesempatan ini memberikan Indonesia peluang untuk menunjukkan kepemimpinan dalam prinsip ASEAN melalui dialog dan negosiasi yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah negara anggotanya bersama dengan negara tetangga serta negara lain yang menggunakan LCS sebagai kawasan tanpa konflik terbuka.

Ikuti tulisan menarik fauzan bahasuan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu