x

Iklan

Tommy Hardiyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2023

2 hari lalu

Tobrut , Pelecehan Verbal dan Inflasi Moralitas

Mari kita mulai dengan mengubah cara kita berbicara dan berpikir tentang satu sama lain. Saatnya mengedepankan rasa hormat dan empati. Hargai setiap individu bukan karena penampilan mereka, tetapi karena siapa mereka sesungguhnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tobrut merupakan inflasi moral terburuk pada tahun ini. Istilah ini semula hanya bertebaran di media sosial. Tapi kini hampir diketahui setiap kalangan. Bahkan anak-anak remaja juga sudah mengetahuia.

Tobrut menggambarkan fenomena di mana ungkapan berkedok objektivitas seksual, tanpa disadari merendahkan wanita. Ketika seseorang melihat wanita, matanya sering kali tertuju pada bagian tubuh tertentu. Bahkan ketika wanita tersebut hanya melakukan aktivitas biasa seperti membaca buku, duduk di taman, atau mengakses konten lainnya, yang menjadi sorotan adalah bagian tubuh tertentu. Hingga muncul komentar seperti, "Ada yang bulat, tapi bukan tekad" atau "Ada yang menonjol, tapi bukan bakat".

Istilah-istilah seperti ini semakin berkembang seiring berjalannya waktu, contohnya seperti istilah "ceker babat" dan lainnya. Ironisnya, bahkan wanita berkerudung pun tidak luput dari perlakuan ini.  Jadi bisa dikatakan "wanita berkerudung pun ditelanjangi oleh istilah ini".  Saat seseorang melihat wanita berkerudung, fokusnya langsung tertuju pada apa yang ada di balik kerudung tersebut. Ini menciptakan lingkungan di mana perempuan, tidak peduli bagaimana mereka berpakaian, tetap dijadikan sebuah objek.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Inflasi moral ini disadari oleh para wanita dan laki-laki, tetapi sering kali dilindungi oleh candaan dan dianggap tidak serius. Padahal alam bawah sadar manusia membentuk pola pikir di mana bentuk tubuh wanita dianggap segalanya. Hal ini terjadi karena otak manusia terus-menerus dicekcoki pandangan tersebut, sehingga menjadi karakter mendalam. Laki-laki mulai menjadikan bagian tubuh wanita sebagai tolok ukur kecantikan dan fantasi seksual. Sementara itu, wanita berlomba-lomba untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh istilah-istilah ini dan beberapa merasa minder karena merasa tidak memenuhi standar tersebut.

Fenomena ini tidak hanya menimpa pada wanita saja, terkadang laki-laki juga menjadi korban jatuhnya moral ini. Untuk kaum adam ini, misalnya, ada istilah-istilah seperti "rahim anget" atau "ada yang berdiri, tapi bukan tiang" dan "langsung kokop aja gak sih". Istilah-istilah yang dipertahankan karena dianggap lucu

ini ternyata adalah awal dari pembentukan karakter baru di alam bawah sadar kita. Karakter ini menyebabkan inflasi moral dan menjatuhkan kehormatan serta wibawa manusia.

Dampak dari inflasi moral ini sangat luas dan meresahkan. Perempuan yang terus-menerus dijadikan objek seksual melalui istilah-istilah ini akan mengalami penurunan rasa percaya diri dan harga diri. Mereka mungkin merasa bahwa nilai mereka di mata masyarakat hanya sebatas penampilan fisik, bukan pada kemampuan, bakat, atau kepribadian mereka. Hal ini dapat menyebabkan tekanan mental yang signifikan dan merusak kesehatan psikologis mereka.

Selain itu, pandangan yang merendahkan terhadap perempuan ini juga merusak hubungan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang terbiasa melihat perempuan sebagai objek seksual mungkin akan kesulitan untuk membangun hubungan yang sehat dan setara dengan perempuan. Mereka mungkin cenderung untuk mengeksploitasi atau tidak menghargai perempuan dalam hubungan mereka. Sebaliknya, perempuan yang merasa terus-menerus dinilai berdasarkan penampilan fisik mungkin merasa sulit untuk percaya dan berinteraksi dengan laki-laki secara sehat dan setara.

Jangan biarkan karakter kita terbentuk oleh istilah-istilah seperti ini. Untuk para lelaki, jangan jadikan istilah-istilah ini sebagai tolok ukur dalam memandang wanita. Dan untuk para wanita, jangan biarkan diri kalian direndahkan oleh istilah-istilah ini. Sebab, bangganya kalian berlomba-lomba menjadi apa yang diistilahkan hanya akan merusak harga diri dan kehormatan kita sebagai manusia. Kita harus bersama-sama menghentikan penyebaran dan penggunaan istilah-istilah ini untuk membentuk masyarakat yang lebih menghargai satu sama lain, tidak berdasarkan penampilan fisik, tetapi berdasarkan nilai-nilai yang lebih dalam seperti karakter, kemampuan, dan kontribusi positif.

Dengan menolak istilah-istilah yang merendahkan dan bekerja sama untuk membangun lingkungan yang lebih positif dan menghargai, kita dapat mengatasi inflasi moral ini dan memulihkan kehormatan serta wibawa manusia. Mari kita mulai dengan mengubah cara kita berbicara dan berpikir tentang satu sama lain, mengedepankan rasa hormat dan empati, serta menghargai setiap individu bukan karena penampilan mereka, tetapi karena siapa mereka sesungguhnya.

Ikuti tulisan menarik Tommy Hardiyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu