x

Iklan

Ni Putu Nadia Parwati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 hari lalu

2 hari lalu

Media dalam Demokrasi: Implikasi Media Massa pada Masyarakat Publik Terhadap HAM

Ketika media tetap kritis, demokrasi di era digital akan dipermudah. Media sosial tetap menjadi ruang publik untuk melayani demokrasi. Masyarakat akan selalu apresiatif dan aktif merespon terhadap isu-isu publik yang merebak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Media massa memiliki peran penting dalam proses demokrasi, terutama dalam menjembatani pendapat publik melalui jejaring sosial yang tersebar secara masif. Media juga berfungsi sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi konstitusional dan sebagai alat kontrol sosial melalui HAM terhadap masyarakatnya. Sehingga, sangat penting bagi masyarakat untuk memahami jati dirinya dalam melaksanakan peran dan fungsi untuk mewujudkan negara yang berdemokrasi.
 
Masyarakat juga diimbau untuk bijak mencerna informasi dan berita yang diperoleh dari media massa. Karena pada dasarnya, di dalam sistem demokrasi kekuasaan harus diperiksa oleh kekuatan lain, dan media massa menjadi hal yang krusial dalam perwujudan demokrasi dan HAM yang baik di suatu negara.
 
Pada dasarnya, setiap masyarakat memiliki hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi (HAM) di dalam suatu negara yang berdemokrasi. Hak ini juga termasuk dalam kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa gangguan dari pihak lain, serta untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi maupun ide melalui media apa pun dan tanpa memandang batas wilayah. Media umumnya mencangkup beragam media massa seperti televisi, radio, film, CD atau DVD, media cetak, hingga media sosial yang dikomunikasikan melalui Internet.
 
Kenyataannya, media menjadi bagian yang sangat penting dalam masyarakat sehingga kini sulit membayangkan hidup tanpa keberadaannya. Peran konvensional yang dimiliki oleh media sebagai jendela dunia masih terus meningkat. Media telah memperoleh banyak fungsi baru seperti munculnya forum untuk berinteraksi dan berkomunikasi, sebagai tempat untuk membeli atau menjual barang, sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi, hingga mengunggah konten media buatan sendiri ke media publik.
 
Media tradisional, yang terkadang disebut sebagai "kekuatan keempat" dengan analogi tiga kekuatan tradisional dalam demokrasi (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), telah menjadi sekutu warga negara dalam mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dapat merugikan masyarakatnya. Secara singkat, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menghormati hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan persamaan hak bagi semua warga negara. Sehingga, partisipasi penggunaan media dalam masyarakat tersebut juga merupakan perwujudan dari demokrasi.
 
Sebagai suatu landasan, demokrasi hadir dalam partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam menjalankan pemerintahan yang baik, terutama dalam fungsi pengawasan dan pembahasan suatu peraturan (Nuraeni et al., 2024). Dengan adanya penggunaan media sosial, pertumbuhan partisipasi masyarakat terus meningkat meskipun bentuk partisipasi tidak secara langsung. Penggunaan media sosial tersebut tentunya akan memberikan beragam kontribusi, baik secara positif maupun negatif terhadap pelaksanaan demokrasi.
 
Namun nyatanya, media konvensional yang telah diambil alih oleh perusahaan-perusahaan transnasional justru telah berubah menjadi musuh, yakni sebagai pemberi kekuatan untuk mengeksploitasi dan menindas orang-orang alih-alih melindungi mereka. Hal tersebut menyebabkan sebagian masyarakat menyebut Internet sebagai kekuatan kelima karena semakin bersaing dengan media tradisional dalam mengangkat isu-isu, bertindak sebagai pengawas, hingga sebagai penyedia saluran baru untuk mengorganisasi aksi sipil lainnya.
 
Meningkatnya kekuatan media, khususnya Internet, dapat berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi, serta meningkatkan akses terhadap informasi. Realitasnya, media juga memiliki bahaya yang melekat dalam jati diri masyarakat. Media dapat mendorong empati dan aktivisme terhadap hak asasi manusia global, namun juga dapat menimbulkan risiko dalam memicu kebencian, stereotip, dan misinformasi. Selain itu, anak-anak dan remaja juga menjadi sangat rentan terhadap risiko daring seiring perkembangan pesat media Internet. Maka dari itu penting bagi masyarakat luas untuk mendalami lebih lanjut bagaimana Media dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap demokrasi dan HAM yang berkelanjutan.
 

Dimensi Media

Pada saat ini, masyarakat tidak lagi bergantung pada format media cetak seperti surat kabar, televisi, dan radio yang lebih tradisional untuk mendapatkan berita. Justru, masyarakat menjadi semakin bergantung pada sumber media daring, televisi satelit, blog, dan media sosial yang berdampak pada lanskap sosial dan politik kita. Hal ini membawa perubahan-perubahan dalam taktik yang digunakan oleh pemerintah yang represif karena takut akan apa arti revolusi informasi ini bagi mereka.
 
Hal tersebut membuktikan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dan jaringan media yang luas telah mengubah cara hidup masyarakat dan respons yang diberikan oleh pemerintah terhadap perkembangan tersebut. Contoh nyatanya adalah pada kebanyakan orang yang menghabiskan sebagian besar jam kerja dan waktu luang mereka di depan layar. Selain itu, ditetapkannya kerja jarak jauh (Work From Home) dan pembelajaran elektronik (Media Daring) juga telah berkembang pesat di seluruh dunia.
 
Bahkan terdapat banyak orang tua yang khawatir akan peningkatan kecanduan anak-anak mereka terhadap TV, video game, ponsel, maupun situs komunitas lainnya, meskipun orang dewasa juga terpengaruh dengan jenis media yang berbeda.
 

Hak Berekspresi

Hak Asasi Manusia yang paling erat kaitannya dengan media mungkin adalah hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kebebasan berekspresi, sebagaimana ditegakkan dalam instrumen hak asasi manusia, meliputi hak untuk menerima atau menyampaikan informasi, hak untuk diam, hak untuk membentuk opini sendiri, hak ekspresi artistik, dan hak jurnalis. Kebebasan tersebut juga penting bagi komunitas dan seluruh masyarakat dalam memajukan negara, mewujudkan kesetaraan, kehidupan berdemokrasi, dan pengembangan pemerintahan sendiri. Meskipun realitasnya pemerintah selalu berusaha untuk melakukan kontrol terhadap media dan/atau akses ke media untuk memengaruhi massa dan mendapatkan dukungan maupun untuk menghentikan pihak oposisi melakukannya.
 
Media yang sangat dikontrol tersebut akhirnya merampas kesadaran sosial masyarakat, pengetahuan tentang peristiwa global, analisis yang dapat diandalkan, informasi tentang keadaan ekonomi, perkembangan politik, serta fakta sosial yang sangat bertentangan dengan kepemilikan HAM. Selain itu, kontrol negara terhadap media dapat dilakukan dengan cara yang sangat terarah, seperti melalui pemindaian lalu lintas internet atau percakapan telepon atas nama keamanan nasional.
 
Di sisi yang lain, pemerintah berupaya untuk menutup akses ke media tertentu secara total demi mencapai kepentingan pemerintah sendiri. Hal tersebut menyebabkan kontrol akan media oleh pemerintah menimbulkan banyak kekhawatiran di banyak negara.
 

Hak Mendapatkan Informasi

Hak mendapatkan informasi, atau hak untuk tahu, menjelaskan bahwa masyarakat umum harus memiliki kesempatan berpartisipasi dalam arus informasi yang bebas dan mengetahui apa yang sedang terjadi di komunitas mereka. Media, surat kabar, majalah, baik cetak maupun daring, hingga program berita di TV merupakan salah satu sumber utama informasi bagi warga negara. Media dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya kepada masyarakat jika akses mereka terhadap semua informasi dijamin setara dan terpercaya.
 
Setiap orang harus memiliki akses bebas terhadap informasi yang dimiliki oleh pihak berwenang tentang mereka. Selain itu, dalam keberadaan informasi saat ini, akses yang sama terhadap, pelatihan, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan pekerjaan hanya dapat dipastikan jika ketidaksetaraan dalam akses terhadap informasi dihilangkan secara utuh. Maka dari itu, suatu kebebasan tidak akan berjalan efektif jika masyarakat tidak memiliki akses terhadap informasi yang setara karena akses terhadap informasi merupakan hal mendasar bagi negara dalam menerapkan kehidupan yang demokratis.
 

Konflik HAM Dengan Media

Kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi dapat berbenturan dengan hak asasi manusia lainnya. Salah satu kelompok hak asasi manusia tersebut adalah hak privasi yang mencakup kebebasan dari campur tangan terhadap privasi, keluarga, rumah, dan korespondensi, serta hak atas perlindungan dari serangan terhadap kehormatan atau reputasi seseorang. Salah satu contohnya adalah pada media yang sering disalahkan karena melanggar privasi selebriti dengan menerbitkan foto dan informasi tentang kehidupan pribadi mereka tanpa persetujuan mereka di media massa.
 
Selain itu, terdapat risiko konflik antara kebebasan berekspresi dan larangan diskriminasi dalam kasus-kasus yang menggunakan kebebasan sebagai pemicu kebencian dan menunjukkan karakteristik ujaran kebencian. Ujaran kebencian tersebut memiliki dampak yang lebih besar dan lebih merusak ketika disebarkan melalui media. Hal tersebut mendorong konsensus internasional bahwa ujaran kebencian perlu dilarang secara hukum, dan bahwa larangan tersebut harus mengesampingkan jaminan kebebasan berekspresi. Menurut Pasal 29 UDHR, pelaksanaan hak dan kebebasan dapat dibatasi jika diperlukan untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang layak terhadap hak dan kebebasan orang lain yang bersangkutan. Pasal tersebut membuktikan bahwa kebebasan berekspresi bukanlah hak yang diterapkan secara mutlak.
 
Selain penerapan konsensus tersebut, bidang yang telah menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir adalah pembatasan ekspresi atas dasar penghormatan terhadap kepercayaan dan agama yang berasal dari hak asasi manusia atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama. Banyak organisasi termasuk organisasi antarpemerintah seperti Dewan Eropa atau UNESCO, jaringan Aliansi Dewan Pers Independen Eropa, dan LSM seperti ARTICLE 19, telah mengembangkan prinsip-prinsip etika dan pedoman profesional mengenai pelaporan, dengan mematuhi standar hak asasi manusia atau akan mendesak para pemangku kepentingan untuk menyusun atas standar tersebut. Namun, tentunya terdapat juga kekhawatiran di ujung spektrum yang lain, untuk memastikan bahwa undang-undang anti-ekstremis tidak disalahgunakan oleh pemerintah untuk membatasi ekspresi yang sah diterapkan.
 

Kesimpulan

Penggunaan media elektronik, digital, dan daring memiliki banyak dampak positif, baik sebagai media menghibur, mendidik, dan bersosialisasi. Akan tetapi, media juga berpotensi merugikan kaum muda dan masyarakat, tergantung pada cara penggunaannya, terutama jika dihadapi dengan penerapan HAM dan pencapaian demokrasi dalam suatu negara. Hal tersebut menyebabkan pentingnya menjadi kritis terhadap sumber informasi di era informasi berlimpah dan merupakan keterampilan yang penting dimiliki dan dikembangkan.
 
Ketika penggunaan media yang kritis berhasil dilakukan, demokrasi di era digital akan dipermudah dan menjadikan media sosial sebagai ruang publik atas tuntutan demokrasi oleh kita sebagai penggunanya. Terlebih lagi, masyarakat juga akan menjadi lebih apresiatif dan aktif terhadap isu-isu nyata yang sedang terjadi, yang tentunya dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap isu-isu publik.
 

Daftar Pustaka:

Azzahri, N. S. (2024). Politik Digital: Keterlibatan Media Sosial dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Generasi Muda Pada Pesta Demokrasi 2024 | Sekretariat Negara. Setneg.go.id.
Diah, S. (2016). Peran Media Massa dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Para Aktivis HMP PKn di Yogyakarta. SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 13(2).
Nuraeni, N., Lupki, L., & Jafar, M. (2024). Peran Media Sosial Dalam Demokrasi Masa Kini. TUTURAN: Jurnal Ilmu Komunikasi, Sosial dan Humaniora, 2(1), 216-222.

Ikuti tulisan menarik Ni Putu Nadia Parwati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terpopuler

Antumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu